
Sahabat Sehat, kesulitan akses air bersih dan layak minum masih terjadi sampai hari ini. Utamanya di daerah pelosok Indonesia atau negara-negara miskin di belahan bumi Benua Afrika. Namun, ada sebutan ‘Colossal Waste of Time” terhadap masyarakat yang menjadi korban buruknya fasilitas akses air sehingga harus menempuh jarak jauh untuk mengambil air bersih setiap harinya, terlebih kondisi ini banyak dilakukan oleh anak-anak perempuan dan ibu-ibu. Mengapa bisa terjadi? Yuk, simak penjelasannya di sini!
Apa itu Colossal Waste of Time?
Istilah Colossal Waste of Time digunakan untuk menggambarkan jumlah waktu yang sia-sia terbuang akibat menempuh jarak atau mengantre karena sulitnya akses air bersih. Ironinya, jumlah masyarakat dunia yang melakukan ini sangat banyak sehingga diberikan penamaan “colossal”. Anak perempuan dan ibu-ibulah yang menjadi ‘tumbal’ waktu untuk mengambil air. Kondisi ini masih terjadi di negara di belahan Benua Afrika, seperti Mauritania, Somalia, Tunisia, dan Yaman.

Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF), pada tahun 2016 sebanyak 200 juta jam terbuang setiap hari akibat kegiatan mengambil air jarak jauh yang dilakukan oleh anak perempuan dan ibu-ibu. Angka 200 juta jam dikonversi sama dengan 22.800 tahun, yang mana seharusnya digunakan anak perempuan untuk menempuh pendidikan, sedangkan ibu-ibu kehilangan waktu bersama keluarga, seperti mengurus dan mendidik anak, serta mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya yang berdampak pada kualitas keluarga.
Bayangkan di negara sub-Sahara, waktu yang digunakan untuk mengambil air bersih yaitu lebih dari 30 menit setiap harinya. Bahkan di Malawi membutuhkan waktu 54 menit, sementara jika beban tersebut diberikan kepada laki-laki hanya butuh waktu sekitar 6 menit.
Kondisi akses air yang sulit berdampak buruk bagi kesehatan. Air yang telah dikumpulkan akan disimpan di bak penampungan di rumah. Air yang tidak mengalir berisiko tinggi terkontaminasi bakteri penyebab diare, sedangkan diare menjadi pemicu kematian anak balita, malnutrisi, dan stunting. Belum lagi risiko kejahatan seksual dan kekerasan lainnya saat perempuan dalam perjalanan mengambil air.
Kesulitan air di Indonesia
Air bersih merupakan hak dasar manusia yang wajib dipenuhi. Dalam Sustainability Development Goals (SDGs) disebutkan bahwa capaian air bersih layak suatu negara diharapkan mencapai sebesar 100%. Pemerintah Indonesia juga menyampaikan target 100% air minum layak pada tahun 2020 – 2024. Saat ini capaian air minum layak masih di bawah target yaitu 91,05%. Berdasarkan studi World Resource Institute, Indonesia termasuk negara yang berisiko tinggi mengalami krisis air tahun 2040. Kemenkes juga menambahkan pada tahun 2021, terdapat 1 dari 5 rumah tangga menggunakan air minum yang terkontaminasi tinja.

Hal ini disebabkan karena keberadaan mata air dan air tanah yang terus berkurang, pencemaran lingkungan, perubahan iklim, serta susahnya akses air bersih utamanya bagi masyarakat di pelosok Indonesia. Langkanya air bersih menyebabkan masyarakat NTT berjalan 5 kilometer untuk memenuhi kebutuhan air keluarga, biasanya beban ini diberikan kepada anak perempuan. Meskipun kondisi ini sudah mulai berkurang karena dari pemerintah, pihak swasta, maupun organisasi kemanusiaan yang ikut membantu menyediakan akses air bersih terjangkau.
Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP